~Forever Sweet
Chocolate~
Cast : ADAM & HIGHFeel JAPAN crew
Genre : Romance/Yaoi/M
-----------------------------------------------
Shota.
“Nnh... Ahh...”
Desahan Adam memenuhi ruangan
ini, lidah ku tak berhenti memanjakan nya.
“Shota... nh!” Adam melepas ciumanku.
“Hmm?”
“Hah... hah, berhenti...
sekarang...”
“.... Kenapa? Kita baru mulai.”
“Iya karena itu,” Adam turun
dari pangkuanku. “Sebelum terlalu jauh...
kita... kembali ke pelajaran. Uwaah~?!”
Aku menarik tangan nya kembali
ke kasur. “kita tidak akan melakukan itu hari ini.”
“Ehh! Ta—tapi ujian nya sebentar
lagi.”
“Aku bilang, kita tidak akan
melakukan itu hari ini.”
“Unh!”
Aku mengunci bibirnya lagi, perlahan, ku dorong kepalanya dan tubuhnya terbaring ke ranjang.
“Aku ingin merasakanmu, seluruh
tubuhmu... biarkan aku mencumbu mu hingga kita melupakan dunia...”
Adam.
Wajah tampan nya berkerut, bad mood, Ia tidak banyak bicara saat kami pulang bersama tadi. Entah apa yang
dia pikirkan, wajahnya sampai terlihat kesal begitu.
‘Tidak, tidak apa-apa’ Katanya, saat ku tanya tadi. Ia hanya
mengacak-acak rambut ku, lalu merangkul bahuku setelah mengatak an itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Ah! Ah! Ahh! Pelan... pe—lan! Haa!”
‘Demi tuhan! Apa
yang membuatnya sekasar ini?!‘
“Shota! Nh, ada apa dengan mu?! Ahh...”
Air mataku mengalir tak
tertahan, ku cengkram punggung nya erat-erat. Namun, Ia tak menghiraukanku, ataupun memperlambat
gerakan nya.
“Shota...”
Ia menatapku lembut, lalu mencium bibirku lagi.
“Maaf...”
“Shota?”
‘GRAB!!!’
“Uwaah?!” Shota tiba-tiba menarik tanganku dengan kasar, kemudian
membanting tubuhku keranjang dengan posisi terlungkup. “Shota! Apa yang
kau—AHHH!!!”
Author.
Lelaki berambut hitam itu
menahan kedua tangan kekasih nya di belakang punggung nya, menekan nya dengan
sangat kuat, hingga suara tangis dan teriakan keluar dari sepasang bibir merah Adam
yang gemetar.
Nafas mereka menguap memenuhi
ruangan, keringat mengalir bagai lem yang dengan lengketnya merekatkan tubuh
mereka.
Disini, atmosfer “Cinta” mulai menipis, tidak ada lagi rasa itu di
setiap hentakan yang Shota lakukan,
semua nya hanya terasa seperti emosi
semata. Bahkan, tangisan lirih Adam tidak menyentuh hati kecilnya lagi.
“Hah... hah... hah...”
Shota melambat, ia menyadari kalau lawan main nya sudah tidak
bergerak lagi.
“Hah... Adam...”
“.... .... ....”
Hening, Adam tidak bereaksi.
“Adam?” Shota melepas tangan
Adam, tangan-tangan itu lalu tergolek lemas, jatuh kekasur. “.... Hei, ADAM?!”
----------------------------------------------------------------------------------------------
“Tick, tick, tick, tick, tick, tick”
Suara jarum jam yang berulang-ulang memenuhi kepalanya. Semakin lama ia
mendengarnya, semakin jelas, semakin besar juga keinginan nya untuk membuka
mata, tetapi, rasa sakit yang amat sangat menusuk kepalanya bertubi-tubi. Hanya
dengan sisa kekuatan yang terkumpul, lelaki itu membuka matanya perlahan.
Awalnya, semua terlihat kabur, belum jelas apa yang ia lihat.
Sampai akhirnya, semua bayangan yang ia lihat lambat-laun menyatu, dan membuat
suatu objek absolut.
Benda-benda yang ia lihat sekarang bukanlah benda asing, ia telah
melihat nya berkali-kali, dan memainkanya berulang-ulang hingga ia tahu,
bagaimana rasa getaran nya ketika senar-senar itu ia petik.
“Unh....”
Sakit kepalanya semakin terasa saat ia mencoba untuk mengingat apa yang
terjadi sebelum ia tertidur. Dengan
seksama, ia kembali menyisir ruangan itu sampai ujung matanya.
Ia melihat sebuah sosok, duduk memunggunginya di ujung tempat tidur. Disana terdapat garis-garis
lecet yang memerah dan bersilangan melukai punggung itu.
“Uhh— ngh...“
“Adam?”
“Eh...”
Punggung itu berbalik dan menampakkan wajah yang familiar, wajah
itu tersenyum namun, terlihat tidak bahagia.
Perasaan kesal datang bersamaan dengan semua ingatan yang sempat
kacau tadi, Adam berpaling, ia benar-benar sedang tidak ingin melihat wajah itu
sekarang .
“Adam...”
“.... .... ....”
“ Adam, aku minta maaf...”
“.... .... ....”
“Adam... katakan sesuatu...”
Shota mendekat.
“JANGAN MENDEKAT!!”
“Adam, aku—“
“BERHENTI! JANGAN SENTUH AKU!!”
Teriakan-teriakan Adam menggema, menghantar keheningan diatara
mereka.
“Oke...” Shota bangkit,
Adam terdiam dan masih menyembunyikan wajahnya. “Aku janji, aku tidak akan
menyentuhmu lagi...”
“.... .... ....”
“Tapi, izinkan aku bicara...”
dengan lesu, Shota duduk dilantai, bersandar dikasur tepat disamping
Adam. “Maafkan aku... aku tidak tahu kalau akan jadi seperti ini, aku...
terbawa emosi... dan, akhirnya malah
menyakitimu... kau pasti... membenciku
kan sekarang? sepertinya, aku memang tidak pantas memilikimu...”
“.... Un.... ....”
“.... Sudah larut, tinggal lah disini sampai besok pagi. Aku...
akan tidur dibawah. Oyasumi.” Shota berdiri, menjauh dari Adam.
“.... Sho—Shota...”
“Ya?” Shota menahan
langkahnya diambang pintu.
“Um... ba—badanku... sakit semua, tau!” wajahnya merona merah.
“Eh? .... Iya, maaf. Tapi, aku sudah membersihkan tubuhmu dan
mengobati luka-luka nya.”
“Ehh?!”
Adam baru menyadari kalau memang tidak ada setetespun keringat di
tubuhnya, dan tubuhnya juga tidak lengket, di pergelangan tangan nya pun sudah
tertempel plester luka dengan rapih.
“Tadi... kau kelelahan dan tak sadarkan diri, kau juga kekurangan
nafas karena wajahmu tertutup bantal. Aku—akan pergi sekarang...”
“Tunggu!!” Adam
menghentikan langkah Shota lagi. “Kenapa-- Kenapa kau melakukan ini? ada apa
denganmu?!” ia mengangkat bahunya, berusaha bangun dengan tenaga yang tersisa.
“.... ..... ....”
“Shota, kalau kau tidak menceritakan nya padaku, aku akan
benar-benar membencimu!”
“Tidak! Tunggu! Aku akan
menjelaskannnya, itu karena...” tatapan Adam tidak pernah membuatnya segugup
ini. “Setelah ujian, aku... harus pergi.”
“EHH?!!”
“Maaf, aku tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya.”
“Ka—kau serius?!”
Shota mengangguk pelan, Adam hanya bisa menatapnya dengan tidak
percaya, matanya mulai berkaca-kaca.
“Sebenarnya, aku tidak benar-benar tinggal sendirian. Orang tuaku
pulang dua kali sebulan dari Tokyo, dan aku akan tinggal bersama mereka setelah
ujian kelulusan, aku juga akan melanjutkan sekolahku disana...”
“Shota...” suaranya lirih,
ia berusaha bangkit namun, rasa sakitnya memang tak tertahan. “Waahh—!!” Adam
hampir terjatuh dari tempat tidur, pinggul nya belum kuat untuk berdiri.
“Adam! Kau tidak apa-apa?!” Shota berlari menghampirinya, kemudian
membantunya untuk bersandar diatas kasur. ia menatap dalam mata Adam yang siap
menangis kapan saja.
“Aku telah merencanakan ini sejak dulu, tetapi semuanya berubah,
sejak kau hadir...” Shota menggenggam tangan Adam, lalu menciumnya, dengan
penuh perasaan. “Aku tidak ingin pergi sekarang. Karena itu, aku sangat kesal
saat Ryota-sensei memberiku surat ‘rencana masa depan’ yang harus di isi, aku
benci mengingat aku akan meninggalkanmu...” ia membelai rambut Adam. “dan Bodohnya aku, aku malah melampiaskan nya
padamu... maaf, aku mencintaimu, Adam.”
“.... Ta—tapi,” Adam melepas tangan Shota. “A—aku pikir, kalau...
ini tentang masa depanmu...” ia terlihat ragu-ragu.
“Hm? Apa?”
“Ma—maksudku, kalau ini penting untuk masa depanmu... aku pikir,
sebaiknya, kau pergi...” Adam mengatakan itu, tetapi, ekspresi wajahnya
bertolak belakang dengan apa yang ia katakan.
“Kau ingin... aku pergi?”
“Tidak! Jangan! Ah... uh, maksudku...”
“Adam...” Shota mengelus
pipi kekasihnya itu, mencoba menenangkan nya.
“Jangan pergi...” Setetes
air mata Adam jatuh, mengalir ke tangan Shota yang langsung menghapusnya dengan
lembut.
“.... Jangan menangis, kita masih bisa berkirim e-mail, kan? Aku janji akan terus
menghubungimu~” Shota tersenyum sambil
mengacak-acak rambut kecoklatan bergelombang milik Adam. “yang Paling penting, kau tidak boleh pacaran
dengan orang lain dibelakangku, Oke?”
“APA?” Adam mendorong bahu
lawan bicaranya, lalu menghapus air matanya yang sempat penuh tadi. “Itu
kalimatku!!” Shota tercengang melihat reaksinya. “Kau akan bertemu
wanita-wanita yang lebih cantik di Tokyo, harusnya aku yang bilang, kau tidak
boleh pacaran dengan orang lain dibelakangku!”
Adam mengakhiri kalimatnya dengan terengah-engah, melihat itu,
Shota yang tadi terdiam sekarang, tertawa terbahak-bahak sampai perutnya terasa
keram.
“Sho—Shota! Berhenti tertawa!”
“Ahahaha~~~”
“Shota~!!” Adam mencubit gemas
pipi orang yang sedang terbahak itu.
“Aaa iya, ya! Sakit, sakit!”
Shota melepas cubitan Adam, lalu menarik tangan nya dan mencuri
ciuman singkat dari bibirnya. Walaupun
singkat, ciuman itu tetap membuat wajah Adam merah merekah dan mematung didepan mata Shota.
“Hatiku, sepenuhnya milikmu... dan kau, seutuhnya milikku.” Adam
hanya bisa menunduk, ia paling tidak bisa melihat wajah Shota saat dia sedang
berkata-kata romantis seperti ini. “Karena itu...” Shota mengangkat wajah Adam,
memaksanya untuk bertatapan dengan matanya yang tajam. “bisakah kau...
menungguku?”
Adam hanya bisa menggangguk pasrah, dan membiarkan bibir Shota
mengunci dirinya sekali lagi. Mereka bisa merasakan rasa sakitnya satu sama lain melalui ciuman itu, andai saja
mereka bisa seperti ini selamanya, tidak pernah lepas, atau saling melepaskan.
‘Adam, Tunggu
aku...’
SWEET CHAPTER EIGHT : END
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Wow, minna~ it's truly been a while~ ^^)//
I'm sorry okay? for published this so late, I've been busy with real life problems~ HAHA NO.
btw, LOOK AT THE TITLE! OMG! THIS IS CHAPTER EIGHT!! woah, man~ woah~ woah~
and we are getting closer to the end! who's getting excited?! who's getting excited?! HAHAHAHA IT'S JUST ME, I GUESS----- /slapped/
I really want to end this fanfict quickly, because, you know~
I can not start a new story if I hadn't complete this, so~ when this fanfict reach it's end. that means~~~ YOU ARE GONNA READ ANOTHER -TERRIBLE- STORY FROM ME---- HAHAHAHA I'M NOT EVEN SORRY----
Ahaha~ I'm gonna talk about this more in the Final chapter, thank you ^^)//
No comments:
Post a Comment