!-- SCM Music Player http://scmplayer.net --> expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Thursday, September 26, 2013

FOREVER SWEET CHOCOLATE Chapter IV

~Forever Sweet Chocolate~
Cast : ADAMS & HIGHFeeL JAPAN crew
Genre : Romance/Yaoi/M

-----------------------------

                Hari berikutnya berjalan seperti biasa, di mulai dengan sapaan hangat dari adik kelas dan teman-teman yang kutemui di lobby. Dalam perjalanan ku menuju ruang kelas di lantai tiga, aku memperhatikan pantulan diriku pada jendela-jendela kelas yang ku lewati.
      
          ‘tampan seperti biasa...’ batinku, sambil tertawa sendiri.


                Di ujung anak tangga, ada segerobol siswa kelas tiga yang sedang bercengkrama. beberapa diantaranya adalah teman sekelas ku, yang lain nya, aku tidak tahu. Tidak penting juga.
               
                “Hey Shota~!” sapa salah satu temanku.                                                                              

                “Yo...”

                “Bagaimana urusan mu dengan Ryota-sensei? Aku dengar, kau malah mencampuri kasus anak 
kelas dua ya?” Dia mulai merangkul bahuku, sok akrab. Aku bahkan tidak tahu nama belakang orang ini.
                
                “Yaa... begitulah, aku hanya membantu nya agar mendapat nilai lebih tinggi” jawabku acuh.
                
                  “Maa~ Shota-kun, kau juga harusnya sebaik itu pada teman-teman sekelasmu, melakukan tugas grup saja kau tidak mau, tetapi tugas individual mu mendapat nilai tertinggi dikelas, sigh... kau ini, benar-benar!” ia memukul-mukul bahuku dengan wajah lemas, ekspresi kecewanya menghiburku, membuatku tertawa sedikit. “Ngomong-ngomong, siapa siswi beruntung itu?”
                
                “Ehh?”

                “Yaa, kau tau, siapa perempuan beruntung yang mendapatkanmu menjadi guru privat nya? Siapa 
namanya?”
                
                 Ia memandangku dengan wajah penasaran, siswa-siswa yang lainpun ikut memandangku seperti itu. Hell, no. Aku tidak akan memberitahu mereka kalau Adam yang menjadi muridku. Bisa-bisa, mereka akan mengikuti kami kemanapun kami pergi. Itu akan sangat mengganggu.
                
                “Aku tidak tahu, kami belum berkenalan...”
                
                “EHH---?!!” ekspresi kaget serempak muncul di wajah mereka.

                “Kau serius Shota?”

                “Ya, tentu.”

                Aku kembali melanjutkan perjalanan ku, meninggalkan mereka yang masih kebingungan dengan 
jawabanku yang mengambang. Aku memang tidak biasanya seperti ini, tetapi, sekarang, semua yang berhubungan dengan Adam sensitif ditelingaku. Jauh, didalam hatiku, aku ingin memberitahu semua orang didunia tetang perasaan ku pada Adam. Namun, apa daya. Hal seperti itu takkan mudah dimengerti oleh 
orang lain, bahkan, olehku sendiri
.

Akhirnya aku sampai di lorong kelas lantai tiga, seperti biasa pula, kehadiran ku disambut senyum malu-malu dari seluruh siswi yang sedang bercengkrama di luar kelas. Beberapa dari mereka memberanikan diri menyapaku, lalu berlari kearah teman-teman nya dengan pipi semerah tomat.
                
            Aku memberi mereka senyuman hangat satu persatu, bagiku, perasaan lembut dan rapuh seorang wanita tidak boleh hancur hanya karna sikapku yang mengacuhkan mereka. Namun tetap saja, cinta pertama yang kucari tidak ku dapatkan pada mereka.
            
            Di ujung lorong, sebelum kelasku, terlihat seseorang yang dengan susah payah membawa tumpukan buku dan beberapa alat kelas keluar dari ruang guru.
        
        ‘Pagi-pagi sudah dikerjai guru, ehh?’ pikirku, mempercepat langkahku dengan niat membantu siswa malang itu.

                “Hey~!! Kau butuh bantu----“

“DUAAGH!! BRUUGGHH!! BRUUGGHH!! PRAAAANGG!!”

Semua benda yang sedang dibawa nya terjatuh keras kelantai saat aku menyentuh tumpukan benda paling atas, kami hanya terdiam melihat itu. Dan tanpa kusadari, jatuhnya tumpukan benda-benda itu memperlihatkan wajah Adam dibaliknya.

“Adam?!!”

“Yokoyama-senpai?!”

Kami saling bertatapan, bingung, entah apa yang harus di ucapkan atau dilakukan. Tetapi perlahan, kami menertawai kebodohan ini, kami tertawa tanpa alasan yang jelas sampai-sampai Adam terjongkok memegangi perutnya dan tertawa puas. Aku sendiri tertawa terbahak sampai mengeluarkan air mata.

Orang-orang disekitar kami melihat  dengan tatapan ‘Apa yang mereka lakukan? Orang aneh’  lalu kembali melakukan aktifitas mereka yang terhenti karena suara gaduh tadi.

“Ahahaha~ astaga, Yokoyama-senpai, kau harus benar-benar menghentikan ini...” Adam mulai membereskan barang-barangnya yang terjatuh, lalu menyusunnya dalam tumpukan.

“Ehh, maksudmu?”

“Maksudku, Kau harus berhenti menjatuhkan barang-barangku seperti kejadian yg lalu, kau ingat? Ahahaha~”

Adam kembali tertawa, -terlihat sangat manis dengan senyumnya yang lebar- aku ingat, pertama kali aku bertemu dengan nya juga karena kecerobohanku yang membuat coklatnya terjatuh. Sepertinya, ini takdir. Kau tahu? Mungkin... kau juga harus jatuh cinta padaku.

“Gomen ne...” kataku sambil membantu membereskan.

“Daijoubu, tumpukan benda-benda ini memang terlalu tinggi, untung senpai tidak terluka” Adam bersiap berdiri dan mengangkat barang-barang itu lagi.

“Mau kubantu? Benda-benda yang berat biar aku yang bawa...” aku menawarkan bantuan, tapi sepertinya Adam tidak terlalu suka dengan ide itu.

“Biar aku bawa yang berat, Yokoyama-senpai, aku bukan anak perempuan” katanya, sambil tersenyum meyakinkan ku.

Aku tahu kau memang bukan anak perempuan, mungkin, itu salah satu alasan mengapa aku menyukai mu.

“Kalau begitu, sebagai permintaan maaf, aku akan tetap membantumu membawa barang-barang ini, aku akan bawa yang ringan-ringan saja.”

“Ahaha~ baiklah, senpai ini lucu sekali yaa”

Ia berjalan mendahului ku setelah menaruh beberapa barang ringan dilantai untuk kubawa, aku menyusulnya dengan sedikit berlari.

‘Aku selalu, selalu, selalu, selalu ingin berbicara seperti ini denganmu, setiap hari, setiap saat. maukah kau menemaniku?’

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Adam melewati tangga disisi lain lorong ini, mungkin dia tahu kalau ada segerombol siswa-siswa kelas tiga yang sedang nongkrong di ujung tangga lantai dua sana, akan sangat merepotkan menghadapi fanboy-fanboy nya dengan keadaan sesibuk ini, jadi, aku mengerti.

“Yokoyama-senpai?”

“Ehh, iya?” Suara Adam membangunkan lamunanku.

“Apa... kau benar-benar serius untuk mengajariku bahasa inggris?”

“Tentu.” Jawabku mantap. “Kalau tidak salah, Ujian nya minggu depan kan?”

“... iya...”

Adam menunduk, perlahan menuruni tangga. Entah mengapa, Ia terlihat sedih. Aku tidak ingin melihatnya seperti itu disekitarku.

“Hey, kau tidak perlu memikirkan itu, kalau kita sudah belajar bersama nanti, tinta pulpen Miss Tomoko takkan cukup untuk menuliskan angka 100 disetiap hasil tugasmu, so, Cheer up!!”

Aku mengacak-acak rambutnya, lalu mencium kepalanya dengan lembut. Ahh, Wangi rambutnya membuatku nyaman.. aku bisa saja melakukan ini seharian.

“Yo—Yokoyama-senpai!!”

Adam menarik kepalanya dariku, saat itu aku sadar, aku telah melakukan hal yang ‘aneh’ padanya, tetapi aku tidak merasa kaget atau bersalah, aku malah ingin melakukan nya lagi. Apalagi melihat reaksi yang dibuat Adam –wajahnya memerah dengan ekspresi kaget bercampur malu- rasanya aku ingin melakukan ‘lebih’ dari itu.

“Ahh.. maaf, apa itu membuatmu tidak nyaman?”

“Ti—tidak, maaf, reaksiku yang berlebihan...”  Adam berbalik, ia kembali berjalan menuruni tangga. “Umm, senpai, bagaimana kalau pelajaran nya kita mulai dari hari ini? Sepulang sekolah nanti.”

Aku menatapnya dari belakang, sepertinya Ia berusaha menyembunyikan rasa malunya dengan terus berbicara. Isn’t he cute?

“Baiklah, dimana?”

“Dimana? Tentu saja dirumahmu, senpai”

“APA?!!”

Aku tidak sengaja berteriak karena terlalu kaget, Adam menghentikan langkahnya, menatapku bingung.

“Ma—maksudku, apa kau serius?”  aku tidak pernah membayangkan kalau Adam akan mengatakan hal seperti ini, apa dia tidak khawatir? Apa dia tidak takut dengan apa yang mungkin kulakukan padanya?!

“Yaa, aku serius... memangnya, senpai membawa buku-buku materi kelas dua sekarang?

“Huh?”

“Senpai akan mengajariku materi kelas dua kan?”

“Ehh? Ohh ya, benar... aku tidak membawanya...”

Pikiran ku yang kotor seperti nya menghalangi akal sehatku untuk bekerja, untuk apa aku mengkhawatirkan hal-hal seperti ‘Apa dia tidak takut dengan apa yang mungkin kulakukan padanya?!’ kita berdua kan laki-laki! Ahh, kukira aku telah melupakan fakta yang satu itu.

“Aku juga tidak, hari ini tidak ada pelajaran bahasa inggris...”

“O—Ohh, begitu...”

“Tetapi... hari ini juga ada kegiatan club sepulang sekolah nanti, mungkin, aku akan pulang telat...”

“Kalau begitu... aku akan menunggumu dikelas”

“Loh? Kenapa?” Adam melewati anak tangga terakhir, disusul oleh langkahku. Kami sampai di lorong kelas lantai dua, kelas Adam ada di ujung lorong ini.  “Kau bisa menungguku di bangku penonton, senpai”

‘Duduk disana dan di hujam tatapan sinis dari fanboy-fanboy mu?  Tidak, terimakasih.’

“Tak apa, aku menunggumu dikelas saja...”

“Un? Okay...” tatapan bingung kembali diarah kan padaku, tetapi, sepertinya Adam tidak terlalu tertarik dengan alasan nya.


----------------------------------------------------------------------------------------------------

“Nah, disini...” Adam berhenti didepan kelas nya. “Terimakasih banyak atas bantuannya, senpai” katanya, sambil sedikit membungkuk padaku.

“Douita...” Aku tersenyum padanya, dan ekspresi malu kembali terlihat diwajahnya, manis sekali.

“U—Umm, barang-barang itu... taruh saja disini, biar aku yang membawanya kedalam”

Adam berusaha membuka pintunya dengan tangan kiri, tetapi pintunya tidak kunjung terbuka dan barang-barangnya selalu hampir  jatuh. Aku tersenyum melihat usahanya itu, lalu ku buka kan pintu itu untuk nya.

“Ahh, Arigatou!” tanpa basa-basi Adam masuk ke kelas nya dan langsung menuju meja guru.

Dari dalam kelas, aku mendengar siswi-siswi yang kaget dan kegirangan melihat aku berdiri diambang pintu kelas mereka, aku tersenyum lalu melambaikan tangan pada mereka. Dengan instan, teriakan-teriakan kecil memenuhi seluruh sudut ruangan itu.

“Senpai~!”  Adam menghampiriku dengan sedikit berlari. “Terimakasih sekali lagi untuk bantuannya...” lagi-lagi simpul manis senyumnya membuatku berdebar.

“Douita, apa saja untukmu, Adam”

Aku mengelus rambutnya, sambil menatapnya dalam, aku tersenyum. Teriakan kembali terdengar di sudut ruang, kali ini, hanya beberapa siswi yang berteriak. Tetapi itu tidak menggoyahkan tatapan mata kita yang terkunci.

‘Matanya indah... dan semua yang ada di dirinya indah, keindahan sempurna dimataku’
Dari rambutnya, tanganku beranjak menyusuri pipinnya yang mulus tanpa cacat, dan langsung dengan mantap meraih dagunya. Teriakan yang lebih keras terdengar, tetapi matanya yang bersinar menghisap seluruh perhatianku.

“S- Se—Sen—pai...”

Bibir nya bergetar saat ia mengucapkan itu, ‘Shhh... kau mau aku membuatnya berhenti bergetar?’

SWEET CHAPTER FOUR : END

 you wonder why this story end in that kind of situation?
me too, I wonder why...

3 comments:

Unknown said...

ehm, i wonder.
it's ended halfway in middle of the nice part.

are there any chapter left? i'm waiting for the next chapter miss.

Unknown said...

I'm sorry, I don't know why either.. its just, ended. like that.

yes, there will be~ so please stay tuned ^^)/

Unknown said...

yaiyy!!

yes i will :3